Banda Aceh, (Analisa). Peristiwa menarik terjadi
di Provinsi Aceh dalam beberapa hari belakangan ini, menyusul aksi
“perang” bendera melanda sejumlah daerah dalam wilayah provinsi itu.
Di kawasan pesisir pantai timur, utara hingga Kota Banda Aceh,
terjadi aksi pengibaran dan pawai bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM)
berwarna merah dengan gambar bulan bintang di tengah yang telah
disahkan menjadi bendera Aceh berdasarkan Qanun (Perda) Nomor 3 Tahun
2013 tentang bendera dan lambang Aceh.
Sementara di kawasan Aceh bagian tengah antara lain di Takengon, Aceh
Tengah pada Senin (1/4) dan kawasan pesisir pantai barat yaitu
Meulaboh, Aceh Barat, pada Minggu (31/3) justru terjadi aksi pengibaran
dan pawai bendera merah putih, yang dilakukan warga dan mahasiswa
setempat sebagai bentuk protes terhadap disahkannya bendera Aceh oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA).
Pengibaran dan pawai bendera Aceh yang dibalas dengan pengibaran
serta pawai bendera merah putih, membuat suasana Aceh menjadi panas
serta membingungkan masyarakat.
Sementara aparat keamanan baik dari unsur kepolisian maupun TNI,
sejauh ini masih membiarkan bahkan ikut mengamankan pengibaran dan pawai
bendera bintang bulan sambil menunggu keluarnya hasil klarifikasi
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) terhadap qanun bendera Aceh.
Dari Banda Aceh dilaporkan, sekitar 1.000-an massa yang datang dari
berbagai daerah pesisir pantai timur Aceh berkonvoi mengarak bendera
bulan bintang di ibukota Provinsi Aceh itu, Senin (1/4).
Massa yang menggunakan kendaraan pribadi, baik roda dua maupun roda
empat termasuk bus sekolah, tiba di Banda Aceh sejak pagi. Massa
berkumpul di depan Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, sebelum bergerak
keliling kota sambil mengarak bendera Aceh.
Aksi ini sebagai bentuk dukungan terhadap qanun bendera dan lambang
Aceh yang telah disahkan DPR Aceh pada 22 Maret 2013 dan diundangkan
dalam lembaran daerah oleh Pemprov Aceh pada 25 Maret 2013.
“Kami datang dari daerah untuk mendukung Pemprov Aceh dalam rangka
memperjuangkan qanun bendera dan lambang Aceh agar disetujui Pemerintah
Indonesia,” ujar Marzuki selaku koordinator konvoi dari wilayah Aceh
Timur.
Menurut Marzuki, massa datang atas keinginan sendiri bukan karena
adanya mobilisasi umum. Sehari sebelumnya, Wakil Gubernur Muzakir Manaf
sudah mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan konvoi dan meminta agar
masyarakat bersabar menunggu keputusan dari Pemerintah Pusat tentang
qanun bendera dan lambang Aceh.
Macet
Konvoi bendera bulan bintang yang melintasi sejumlah ruas jalan
protokol itu, sempat memacetkan arus lalu lintas di pusat kota Banda
Aceh, seperti Bundaran Simpang Lima, Simpang Surabaya dan Simpang Jambo
Tape. Konvoi juga menyedot perhatian warga. Usai berkonvoi, massa
berkumpul di depan gedung DPRA dan menaikkan bendera bulan bintang
ukuran raksasa di gedung dewan tersebut.
Bendera dinaikkan sekitar delapan orang. Mereka menarik sedikit demi
sedikit bendera itu lalu memajangnya di atas atap gedung utama DPRA.
Saat bendera dinaikkan, sontak ratusan orang yang hadir bertepuk tangan
dan meneriakkan Allahu Akbar. Bendera terlihat menjuntai dari atap
hingga menutupi beranda gedung utama DPR Aceh.
Sementara dari Meulaboh, Aceh Barat dilaporkan, puluhan warga
memasang bendera merah putih di dalam kota tersebut, Minggu (31/1).
Selain itu, warga juga melakukan konvoi keliling kota dengan membawa
bendera merah putih.
Aksi pengibaran bendera merah putih ini sempat membuat kemacetan arus
lalu lintas di kota Meulaboh selama 20 menit. “Ini bentuk kesadaran dan
rasa cinta kami kepada NKRI,” kata Taufik, Koordinator Aksi.
Usai menaikkan bendera merah putih ukuran besar di Simpang Kisaran
pada siang hari, puluhan warga Meulaboh kembali mengibarkan bendera itu
pada malamnya sekitar pukul 23.00 Wib. Bendera merah putih berukuran 5 x
10 meter dikibarkan di Jembatan Lhun Nakye, Kelurahan Ujung Baroh,
Kecamatan Johan Pahlawan. (mhd/rfl/bei)