Kamis, 02 Oktober 2014

AL QURAN

Dari Wikipedia Bahasa Indonesia- Ensiklopedi Bebas

Al-Qur’ān (ejaan KBBI: Alquran, Arab: القرآن) adalah kitab suci agama Islam. Umat Islam percaya bahwa Al-Qur'an merupakan puncak dan penutup wahyu Allah yang diperuntukkan bagi manusia, dan bagian dari rukun iman, yang disampaikan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, melalui perantaraan Malaikat Jibril. Dan sebagai wahyu pertama yang diterima oleh Rasulullah SAW adalah sebagaimana yang terdapat dalam surat Al-'Alaq ayat 1-5[1].

ETIMOLOGI

Ditinjau dari segi kebahasaan, Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab yang berarti "bacaan" atau "sesuatu yang dibaca berulang-ulang". Kata Al-Qur’an adalah bentuk kata benda (masdar) dari kata kerja
qara'a yang artinya membaca. Konsep pemakaian kata ini dapat juga dijumpai pada salah satu surat Al-Qur'an sendiri yakni pada ayat 17 dan 18 Surah Al-Qiyamah yang artinya:
“Sesungguhnya mengumpulkan Al-Qur’an (di dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggungan Kami. (Karena itu,) jika Kami telah membacakannya, hendaklah kamu ikuti {amalkan} bacaannya”.(75:17-75:18)
TERMINOLOGI

Dr. Subhi Al Salih mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut:
“Kalam Allah SWT yang merupakan mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan ditulis di mushaf serta diriwayatkan dengan mutawatir, membacanya termasuk ibadah”.

Adapun Muhammad Ali ash-Shabuni mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut:
"Al-Qur'an adalah firman Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW penutup para Nabi dan Rasul, dengan perantaraan Malaikat Jibril a.s. dan ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas"
Dengan definisi tersebut di atas sebagaimana dipercayai Muslim, firman Allah yang diturunkan kepada Nabi selain Nabi Muhammad SAW, tidak dinamakan Al-Qur’an seperti Kitab Taurat yang diturunkan kepada umat Nabi Musa AS atau Kitab Injil yang diturunkan kepada umat Nabi Isa AS. Demikian pula firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang membacanya tidak dianggap sebagai ibadah, seperti Hadits Qudsi, tidak termasuk Al-Qur’an.
JAMINAN TENTANG KEMURNIAN AL QUR'AN DAN BUKTI-BUKTINYA

Kemurnian Kitab Al-Quran ini dijamin langsung oleh Allah, yaitu Dzat yang menciptakan dan menurunkan Al-Quran itu sendiri. Dan pada kenyataannya kita bisa melihat, satu-satu kitab yang mudah dipelajari bahkan sampai dihafal oleh beribu-ribu umat Islam.

NAMA-NAMA LAIN AL QUR'AN

Dalam Al-Qur'an sendiri terdapat beberapa ayat yang menyertakan nama lain yang digunakan untuk merujuk kepada Al-Qur'an itu sendiri. Berikut adalah nama-nama tersebut dan ayat yang mencantumkannya:
  • Al-Kitab, QS(2:2),QS (44:2)
  • Al-Furqan (pembeda benar salah): QS(25:1)
  • Adz-Dzikr (pemberi peringatan): QS(15:9)
  • Al-Mau'idhah (pelajaran/nasehat): QS(10:57)
  • Al-Hukm (peraturan/hukum): QS(13:37)
  • Al-Hikmah (kebijaksanaan): QS(17:39)
  • Asy-Syifa' (obat/penyembuh): QS(10:57), QS(17:82)
  • Al-Huda (petunjuk): QS(72:13), QS(9:33)
  • At-Tanzil (yang diturunkan): QS(26:192)
  • Ar-Rahmat (karunia): QS(27:77)
  • Ar-Ruh (ruh): QS(42:52)
  • Al-Bayan (penerang): QS(3:138)
  • Al-Kalam (ucapan/firman): QS(9:6)
  • Al-Busyra (kabar gembira): QS(16:102)
  • An-Nur (cahaya): QS(4:174)
  • Al-Basha'ir (pedoman): QS(45:20)
  • Al-Balagh (penyampaian/kabar) QS(14:52)
  • Al-Qaul (perkataan/ucapan) QS(28:51)
STRUKTUR DAN PEMBAGIAN AL QUR'AN


SURAT, AYAT, DAN RUKU'

Al-Qur'an terdiri atas 114 bagian yang dikenal dengan nama surah (surat). Setiap surat akan terdiri atas beberapa ayat, di mana surat terpanjang dengan 286 ayat adalah surat Al Baqarah dan yang terpendek hanya memiliki 3 ayat yakni surat Al Kautsar, An-Nasr dan Al-‘Așr. Surat-surat yang panjang terbagi lagi atas sub bagian lagi yang disebut ruku' yang membahas tema atau topik tertentu.

MAKIYYAH DAN MADANIYAH

Sedangkan menurut tempat diturunkannya, setiap surat dapat dibagi atas surat-surat Makkiyah (surat Mekkah) dan Madaniyah (surat Madinah). Pembagian ini berdasarkan tempat dan waktu penurunan surat dan ayat tertentu di mana surat-surat yang turun sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah digolongkan surat Makkiyah sedangkan setelahnya tergolong surat Madaniyah. Pembagian berdasar fase sebelum dan sesudah hijrah ini lebih tepat, sebab ada surat Madaniyah yang turun di Mekkah.

JUZ DAN MANZIL
Dalam skema pembagian lain, Al-Qur'an juga terbagi menjadi 30 bagian dengan panjang sama yang dikenal dengan nama juz. Pembagian ini untuk memudahkan mereka yang ingin menuntaskan bacaan Al-Qur'an dalam 30 hari (satu bulan). Pembagian lain yakni manzil memecah Al-Qur'an menjadi 7 bagian dengan tujuan penyelesaian bacaan dalam 7 hari (satu minggu). Kedua jenis pembagian ini tidak memiliki hubungan dengan pembagian subyek bahasan tertentu.

MENURUT UKURAN SURAH

Kemudian dari segi panjang-pendeknya, surat-surat yang ada didalam Al-Qur’an terbagi menjadi empat bagian, yaitu:
SEJARAH AL QUR'AN HINGGA BERBENTUK MUSHAF
  • Penurunan Al-Qur'an

Al-Qur'an tidak turun sekaligus. Al-Qur'an turun secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Oleh para ulama membagi masa turun ini dibagi menjadi 2 periode, yaitu periode Mekkah dan periode Madinah.

Periode Mekkah berlangsung selama 12 tahun masa kenabian
Rasulullah SAW dan surat-surat yang turun pada waktu ini tergolong surat Makkiyyah. Sedangkan periode Madinah yang dimulai sejak peristiwa hijrah berlangsung selama 10 tahun dan surat yang turun pada kurun waktu ini disebut surat Madaniyah.

  • Penulisan Al-Qur'an dan perkembangannya

Penulisan (pencatatan dalam bentuk teks) Al-Qur'an sudah dimulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Kemudian transformasinya menjadi teks yang dijumpai saat ini selesai dilakukan pada zaman khalifah Utsman bin Affan.

PENGUMPULAN AL QUR'AN DI MASA RASULULLAH SAW

Pada masa ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup, terdapat beberapa orang yang ditunjuk untuk menuliskan Al Qur'an yakni Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Talib, Muawiyah bin Abu Sufyan dan Ubay bin Kaab. Sahabat yang lain juga kerap menuliskan wahyu tersebut walau tidak diperintahkan. Media penulisan yang digunakan saat itu berupa pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang. Di samping itu banyak juga sahabat-sahabat langsung menghafalkan ayat-ayat Al-Qur'an setelah wahyu diturunkan.

PENGUMPULAN AL QUR'AN DI MASA KHULAFAUR RASYIDIN

  • Pada masa pemerintahan Abu Bakar

Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, terjadi beberapa pertempuran (dalam perang yang dikenal dengan nama perang Ridda) yang mengakibatkan tewasnya beberapa penghafal Al-Qur'an dalam jumlah yang signifikan. Umar bin Khattab yang saat itu merasa sangat khawatir akan keadaan tersebut lantas meminta kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan seluruh tulisan Al-Qur'an yang saat itu tersebar di antara para sahabat. Abu Bakar lantas memerintahkan Zaid bin Tsabit sebagai koordinator pelaksaan tugas tersebut. Setelah pekerjaan tersebut selesai dan Al-Qur'an tersusun secara rapi dalam satu mushaf, hasilnya diserahkan kepada Abu Bakar. Abu Bakar menyimpan mushaf tersebut hingga wafatnya kemudian mushaf tersebut berpindah kepada Umar sebagai khalifah penerusnya, selanjutnya mushaf dipegang oleh anaknya yakni Hafsah yang juga istri Nabi Muhammad SAW.
  • Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan
Pada masa pemerintahan khalifah ke-3 yakni Utsman bin Affan, terdapat keragaman dalam cara pembacaan Al-Qur'an (qira'at) yang disebabkan oleh adanya perbedaan dialek (lahjah) antar suku yang berasal dari daerah berbeda-beda. Hal ini menimbulkan kekhawatiran Utsman sehingga ia mengambil kebijakan untuk membuat sebuah mushaf standar (menyalin mushaf yang dipegang Hafsah) yang ditulis dengan sebuah jenis penulisan yang baku. Standar tersebut, yang kemudian dikenal dengan istilah cara penulisan (rasam) Utsmani yang digunakan hingga saat ini. Bersamaan dengan standarisasi ini, seluruh mushaf yang berbeda dengan standar yang dihasilkan diperintahkan untuk dimusnahkan (dibakar). Dengan proses ini Utsman berhasil mencegah bahaya laten terjadinya perselisihan di antara umat Islam di masa depan dalam penulisan dan pembacaan Al-Qur'an.

Mengutip hadist riwayat Ibnu Abi Dawud dalam Al-Mashahif, dengan sanad yang shahih:
Suwaid bin Ghaflah berkata, "Ali mengatakan: Katakanlah segala yang baik tentang Utsman. Demi Allah, apa yang telah dilakukannya mengenai mushaf-mushaf Al Qur'an sudah atas persetujuan kami. Utsman berkata, 'Bagaimana pendapatmu tentang isu qira'at ini? Saya mendapat berita bahwa sebagian mereka mengatakan bahwa qira'atnya lebih baik dari qira'at orang lain. Ini hampir menjadi suatu kekufuran'. Kami berkata, 'Bagaimana pendapatmu?' Ia menjawab, 'Aku berpendapat agar umat bersatu pada satu mushaf, sehingga tidak terjadi lagi perpecahan dan perselisihan.' Kami berkata, 'Pendapatmu sangat baik'."
Menurut Syaikh Manna' Al-Qaththan dalam Mahabits fi 'Ulum Al Qur'an, keterangan ini menunjukkan bahwa apa yang dilakukan Utsman telah disepakati oleh para sahabat. Demikianlah selanjutnya Utsman mengirim utusan kepada Hafsah untuk meminjam mushaf Abu Bakar yang ada padanya. Lalu Utsman memanggil Zaid bin Tsabit Al-Anshari dan tiga orang Quraish, yaitu Abdullah bin Az-Zubair, Said bin Al-Ash dan Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam. Ia memerintahkan mereka agar menyalin dan memperbanyak mushaf, dan jika ada perbedaan antara Zaid dengan ketiga orang Quraish tersebut, hendaklah ditulis dalam bahasa Quraish karena Al Qur'an turun dalam dialek bahasa mereka. Setelah mengembalikan lembaran-lembaran asli kepada Hafsah, ia mengirimkan tujuh buah mushaf, yaitu ke Mekkah, Syam, Yaman, Bahrain, Bashrah, Kufah, dan sebuah ditahan di Madinah (mushaf al-Imam).

UPAYA PENERJEMAHAN DAN PENAFSIRAN AL QUR'AN

Upaya-upaya untuk mengetahui isi dan maksud Al Qur'an telah menghasilkan proses penerjemahan (literal) dan penafsiran (lebih dalam, mengupas makna) dalam berbagai bahasa. Namun demikian hasil usaha tersebut dianggap sebatas usaha manusia dan bukan usaha untuk menduplikasi atau menggantikan teks yang asli dalam bahasa Arab. Kedudukan terjemahan dan tafsir yang dihasilkan tidak sama dengan Al-Qur'an itu sendiri.

  • Terjemahan

Terjemahan Al-Qur'an adalah hasil usaha penerjemahan secara literal teks Al-Qur'an yang tidak dibarengi dengan usaha interpretasi lebih jauh. Terjemahan secara literal tidak boleh dianggap sebagai arti sesungguhnya dari Al-Qur'an. Sebab Al-Qur'an menggunakan suatu lafazh dengan berbagai gaya dan untuk suatu maksud yang bervariasi; terkadang untuk arti hakiki, terkadang pula untuk arti majazi (kiasan) atau arti dan maksud lainnya.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia di antaranya dilaksanakan oleh:
  1. Al-Qur'an dan Terjemahannya, oleh Departemen Agama Republik Indonesia, ada dua edisi revisi, yaitu tahun 1989 dan 2002
  2. Terjemah Al-Qur'an, oleh Prof. Mahmud Yunus
  3. An-Nur, oleh Prof. T.M. Hasbi Ash-Siddieqy
  4. Al-Furqan, oleh A.Hassan guru PERSIS
Terjemahan dalam bahasa Inggris
  1. The Holy Qur'an: Text, Translation and Commentary, oleh Abdullah Yusuf Ali
  2. The Meaning of the Holy Qur'an, oleh Marmaduke Pickthall
Terjemahan dalam bahasa daerah Indonesia di antaranya dilaksanakan oleh:
  1. Qur'an Kejawen (bahasa Jawa), oleh Kemajuan Islam Jogyakarta
  2. Qur'an Suadawiah (bahasa Sunda)
  3. Qur'an bahasa Sunda oleh K.H. Qomaruddien
  4. Al-Ibriz (bahasa Jawa), oleh K. Bisyri Mustafa Rembang
  5. Al-Qur'an Suci Basa Jawi (bahasa Jawa), oleh Prof. K.H.R. Muhamad Adnan
  6. Al-Amin (bahasa Sunda)
  • Tafsir

Upaya penafsiran Al-Qur'an telah berkembang sejak semasa hidupnya Nabi Muhammad, saat itu para sahabat tinggal menanyakan kepada sang Nabi jika memerlukan penjelasan atas ayat tertentu. Kemudian setelah wafatnya Nabi Muhammad hingga saat ini usaha menggali lebih dalam ayat-ayat Al-Qur'an terus berlanjut. Pendekatan (metodologi) yang digunakan juga beragam, mulai dari metode analitik, tematik, hingga perbandingan antar ayat. Corak yang dihasilkan juga beragam, terdapat tafsir dengan corak sastra-bahasa, sastra-budaya, filsafat dan teologis bahkan corak ilmiah.

ADAB TERHADAP AL QUR'AN

Sebelum menyentuh sebuah mushaf Al-Qur'an, seorang Muslim dianjurkan untuk menyucikan dirinya terlebih dahulu dengan berwudhu. Hal ini berdasarkan tradisi dan interpretasi secara literal dari surat Al Waaqi'ah ayat 77 hingga 79.
Terjemahannya antara lain:56-77. Sesungguhnya Al-Qur'an ini adalah bacaan yang sangat mulia, 56-78. pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh), 56-79. tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan. (56:77-56:79)
Penghormatan terhadap teks tertulis Al-Qur'an adalah salah satu unsur penting kepercayaan bagi sebagian besar Muslim. Mereka memercayai bahwa penghinaan secara sengaja terhadap Al Qur'an adalah sebuah bentuk penghinaan serius terhadap sesuatu yang suci. Berdasarkan hukum pada beberapa negara berpenduduk mayoritas Muslim, hukuman untuk hal ini dapat berupa penjara kurungan dalam waktu yang lama dan bahkan ada yang menerapkan hukuman mati.

HUBUNGAN AL QUR'AN DENGAN KITAB-KITAB SUCI LAIN

Berkaitan dengan adanya kitab-kitab yang dipercayai diturunkan kepada nabi-nabi sebelum Muhammad SAW dalam agama Islam (Taurat, Zabur, Injil, lembaran Ibrahim), Al-Qur'an dalam beberapa ayatnya menegaskan posisinya terhadap kitab-kitab tersebut. Berikut adalah pernyataan Al-Qur'an yang tentunya menjadi doktrin bagi ummat Islam mengenai hubungan Al-Qur'an dengan kitab-kitab tersebut:
  • Bahwa Al-Qur'an menuntut kepercayaan ummat Islam terhadap eksistensi kitab-kitab tersebut. QS(2:4)
  • Bahwa Al-Qur'an diposisikan sebagai pembenar dan batu ujian (verifikator) bagi kitab-kitab sebelumnya. QS(5:48)
  • Bahwa Al-Qur'an menjadi referensi untuk menghilangkan perselisihan pendapat antara ummat-ummat rasul yang berbeda. QS(16:63-64)
  • Bahwa Al-Qur'an meluruskan sejarah. Dalam Al-Qur'an terdapat cerita-cerita mengenai kaum dari rasul-rasul terdahulu, juga mengenai beberapa bagian mengenai kehidupan para rasul tersebut. Cerita tersebut pada beberapa aspek penting berbeda dengan versi yang terdapat pada teks-teks lain yang dimiliki baik oleh Yahudi dan Kristen.

Daftar Pustaka:

  • Departemen Agama Republik Indonesia -- Al-Qur'an dan Terjemahannya.
  • Baidan, Nashruddin. 2003. Perkembangan Tafsir Al Qur'an di Indonesia. Solo. Tiga Serangkai.
  • Baltaji, Muhammad. 2005. Metodologi Ijtihad Umar bin Al Khatab. (terjemahan H. Masturi Irham, Lc). Jakarta. Khalifa.
  • Faridl, Miftah dan Syihabudin, Agus --Al-Qur'an, Sumber Hukum Islam yang Pertama, Penerbit Pustaka, Bandung, 1989 M.
  • Ichwan, Muhammad Nor. 2001. Memasuki Dunia Al-Qur’an. Semarang. Lubuk Raya.
  • ------------------------------. 2004.Tafsir 'Ilmy: Memahami Al Qur'an Melalui Pendekatan Sains Modern. Yogyakarta. Menara Kudus.
  • Ilyas, Yunahar. 1997. Feminisme dalam Kajian Tafsir Al-Qur'an Klasik dan Kontemporer. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
  • al Khuli, Amin dan Nasr Hamid Abu Zayd. 2004. Metode Tafsir Sastra. (terjemahan Khairon Nahdiyyin). Yogyakarta. Adab Press.
  • al Mahali, Imam Jalaluddin dan Imam Jalaluddin As Suyuthi,2001, Terjemahan Tafsir Jalalain Berikut Azbabun Nuzul Jilid 4 (terj oleh Bahrun Abu Bakar, Lc), Bandung, Sinar Algesindo.
  • Qardawi, Yusuf. 2003. Bagaimana Berinteraksi dengan Al-Qur’an. (terjemahan: Kathur Suhardi). Jakarta. Pustaka Al-Kautsar.
  • al-Qattan, Manna Khalil. 2001. Studi Ilmu-ilmu Al-Qur'an. Jakarta. Lentera Antar Nusa.
  • al-Qaththan, Syaikh Manna' Khalil. 2006. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur'an (Mahabits fi 'Ulum Al Qur'an). Terjemahan: H. Aunur Rafiq El-Mazni, Lc, MA. Jakarta. Pustaka Al-Kautsar.
  • ash-Shabuny, Muhammad Aly. 1996. Pengantar Studi Al-Qur'an (at-Tibyan) (terjemahan: Moch. Chudlori Umar dan Moh. Matsna HS). Bandung. al-Ma’arif.
  • ash Shiddieqy,Teungku Muhammad Hasbi. 2002, Ilmu-ilmu Al Qur'an: Ilmu-ilmu Pokok dalam Menafsirkan Al Qur'an,Semarang, Pustaka Rizki Putra
  • Shihab, Muhammad Quraish. 1993. Membumikan Al-Qur'an. Bandung. Mizan.
  • -----------------------------------. 2002. Tafsir Al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur'an Jilid 1. Jakarta. Lentera hati.
  • Wahid, Marzuki. 2005. Studi Al Qur'an Kontemporer: Perspektif Islam dan Barat. Bandung. Pustaka Setia.

Lihat juga:

Rabu, 01 Oktober 2014

81 Anggota DPR Aceh

Banda Aceh - Sebanyak 81 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) periode 2014-2019, hasil pemilihan 9 April, Selasa (30/9) dilantik dan diambil sumpah dalam sebuah sidang istimewa di gedung DPRA. Pelantikan dan pengambilan sumpah dilakukan oleh Ketua Pengadilan Tinggi Aceh Chaidir. Dari jumlah tersebut ada dua anggota dewan baru itu telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi. Para anggota dewan itu selanjutnya dikukuhkan secara adat oleh Wali Nanggroe Aceh Malek Mahmud.
Hadir dalam acara tersebut gubernur Aceh Zaini Abdullah,unsur pimpinan daerah, mantan Wakil Gubernur Aceh Muhammad Nazar, mantan Pj Gubernur Aceh Tarmizi A. Karim, politikus nasional dari Partai Golkar Akbar Tanjung.
Para anggota dewan itu dilantik berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi tertanggal 17 September 2014. 81 anggota DPRA yang dilantik berasal dari Partai Aceh (29 orang), Partai Golkar (9), Partai Nasional Demokrat (8), Partai Demokrat (8), Partai Amanat Nasional (7), Partai Persatuan Pembangunan (6), Partai Keadilan Sejahtera (4), Partai Gerindra (3), Partai Nasional Aceh (3), dan Partai Damai Aceh, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Bulan Bintang, serta PKPI masing-masing satu orang.
Dari 81 orang anggota DPRA yang dilantik, dua orang di antaranya tidak dapat hadir karena sedang melaksanakan Ibadah Haji, yaitu Djasmi Has dan Siti Nafsiah. Selesai dilantik dan dikukuhkan oleh Ketua Pengadilan Tinggi/Tipikor Aceh, anggota DPRA itu juga dikukuhkan secara adat oleh Wali Nanggroe Malik Mahmud. Pengukuhan adat itu juga diiringi dengan prosesi peusijuek oleh pemuka adat.
Dalam sambutannya, Malik Mahmud mengajak para anggota DPRA terpilih agar selalu mementingkan aspirasi para konstituen selaku pemberi mandat yang telah menghantarkan mereka ke Parlemen.
“Rakyat Aceh telah memberikan mandat kepada saudara sekalian, untuk menyalurkan aspirasinya untuk bersama-sama dengan Pemerintah Aceh dan Pemerintah RI dalam menjalankan Dinul Islam, memajukan peradaban Aceh dan meningkatkan kualitas kesejahteraan rakyat dan Sumber Daya Manusia, serta menjaga keberlangsungan perdamaian Aceh dan perdamaian dunia,” ungkapnya.

Sumber : http://www.beritasatu.com

25 Anggota DPRK Aceh Barat Periode 2014 – 2019 Dilantik

MEULABOH. Sebanyak 25 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Barat periode 2014 – 2019, resmi dilantik dan diambil sumpah jabatan melalui Sidang Paripurna Istimewa, yang digelar di Gedung DPRK setempat, Senin (25/8).
Sidang Paripurna Istimewa dipimpin oleh langsung oleh ketua DPRK Aceh Barat, Ishak Yusuf dan pembacaan sumpah jabatan dipandu oleh ketua Pangadilan Negeri Meulaboh, Rahmawati, SH yang disaksikan oleh Danrem 012 Teuku Umar, Bupati Aceh Barat, Dandim 0105 Aceh Barat dan Kapolres Aceh Barat.
Sebelum pengambilan sumpah, Sekretaris Dewan, Drs. Adi Mirza membacakan Surat Keputusan Gubernur Aceh, Nomor : 171.2/639/2014, tentang Peresmian Pemberhentian dan Pengangkatan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Aceh Barat.
Ishak Yusuf dalam sambutannya mengatakan, anggota DPRK Aceh Barat periode 2009 – 2014, selama pengabdiannya telah banyak menyelesaikan program-program DPRK, baik program legislasi, pengawasan maupun pembahasan anggaran.
Namun, kata Ishak, masih ada program-program yang belum terselesaikan dan ia meminta kepada anggota dewan yang baru, agar melanjutkan kembali program-program yang telah disusun oleh anggota dewan yang akan habis masa jabatannya.
“Masih ada program dewan yang belum terselesaikan dan kami meminta kepada anggota dewan yang baru ini, agar melanjutkan kembali program-program tersebut,” pintanya.
Ishak juga mengatakan, selama kepemimpinannya di DPRK Aceh Barat, telah melakukan Pergantian Antar Waktu (PAW) terhadap dua anggota dewan, yakni Ibrahim Husen, SE dari Partai Rakyat Aceh (PRA) yang digantikan oleh Yusri. D dan Alm. Ir. T. Risman dari Partai Amanat Nasional (PAN) yang digantikan oleh H. Said Rizal Syarif.
Bupati Aceh Barat, H T Alaidinsyah (H. Tito) pada sambutannya mengatakan, agar roda pemerintahan berjalan dengan baik dan optimal, diperlukan hubungan kemitraan yang harmonis antara Eksekutif dan Legislatif.
Ia berharap, anggota DPRK periode 2014 – 2019 untuk bersinergi saling bahu membahu memberikan kontribusi bersama dengan pemerintah dalam menunaikan amanat rakyat membangun Aceh Barat yang lebih sejahtera.
“Untuk mewujudkan itu semua, tentunya harus memiliki komitmen bersama, kepentingan masyarakat menjadi tujuan utama bukan mengutamakan kepentingan pribadi, kelompok atau golongan,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua DPRK Sementara, Ramli, SE saat melanjutkan Pimpinan Sidang Paripurna Istimewa, mengatakan anggota DPRK periode 2014 – 2019 akan siap mengabdi dan memperjuangkan aspirasi rakyat serta siap melanjutkan program anggota dewan periode yang lalu.
“Kami siap mengabdi dan memperjuangkan aspirasi rakyat serta siap melanjutkan program-program anggota dewan pada periode yang lalu,” ujarnya.
Adapun 25 Anggora DPRK Aceh Barat periode 2014 – 2019 yang dilantik diantaranya, Said Mahdani, SE, M.Si.Ak (PAN), Tata Irfan (PAN), Nasruddin (PAN), Ilyas Yusuf, S.Pd.I (PAN), Ramli, SE (PAN), Abdul Rauf, SE (PAN), Samsi Barmi (PA), Dahlan (PA), H. Ramli. MS, S.Pd, M.Si (PA), Nurhayati, S.Pd (PA), Banta Lidan, S.Pd.I (PA), H. Kamaruddin, SE (Golkar), Azhar (Golkar), Ali Hasyimi (Golkar), Usman (Golkar), Mawardi (Demokrat), Herman, SE (Demokrat), Erliana (Demokrat), Tgk. Syarifuddin Uhat, S.Pd.I (PPP), Tgk. H. Mawardi Basyah (PPP), Asrial Gutama (PPP), H. Bustan Ali. B.Sc (PDIP), Masrizal, S.Si (PKS), Sahurdi. MS (NasDem), Nasri, S.Sos (PKB). (Red/Za)

Sumber : http://diliputnews.com


Anggota DPR Aceh Periode 2014-2019 Dilantik




Banda Aceh: Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh melaksanakan Rapat Paripurna Istimewa Peresmian Pengangkatan dan  Pengucapan Sumpah, para Anggota DPR Aceh terpilih untuk periode tahun 2014-2019, Selasa (30/9/2014).

Acara pengambilan sumpah dilakukan oleh H Chaidir SH MH, selaku Ketua Pengadilan Tinggi/TIPIKOR Aceh, kepada 81 orang anggota DPRA periode 2014-2019, yang 11 orang diantaranya adalah perempuan.

Dari 81 orang anggota DPRA yang dilantik, dua orang diantaranya tidak dapat menghadiri acara pelantikan dan pengambilan sumpah karena sedang melaksanakan Ibadah Haji yaitu  Drs H Djasmi Has dan Siti Nafsiah SAg.
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, dalam sambutannya yang dibacakan Gubernur Aceh, Dr H Zaini Abdullah, menyampaikan rasa terima kasihnya kepada semua pihak yang telah membantu dan menjaga suasana damai yang tercipta selama pelaksanaan Pemilu legislatif yang lalu.

“Terima kasih  kepada semua pihak yang telah membantu terselenggaranya pelaksanaan Pemilu yang demokratis, lancar dan damai.” tandasnya. Mendagri juga menekankan, secara konseptual maupun legal formal, kedudukan DPRD merupakan bagian integral dari Pemerintahan Daerah.

Karakter DPRD dalam konfigurasi Negara Kesatuan (Unitaris-red) memiliki corak yang berbeda dengan kedudukan lembaga legislatif di negara-negara federal yang menganut pemisahan secara absolute hingga ke tingkat local atau regional.

“Oleh karena itu, dalam Undang-undang nomor 32 tahun 2004, tentang Pemerintahan daerah dan Undang-undnag nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, DPRD di Aceh disebut juga DPRA dan DPRK, yang diletakkan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan daerah yang bermitra sejajar dengan Kepala Daerah.”jelas Gamawan Fauzi.

 Lebih lanjut Mendagri menekankan, sebesar apapun kepentingan partai politik, hendaknya para anggota DPRA yang baru dilantik ini dapat menempatkan kepentingan publik secara luas diatas kepentingan partai politik. “Jikalau boleh diibaratkan, lembaga DPRA adalah pantai, maka rakyat adalah lautannya dan pengabdian itulah samudranya.”ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut, Gamawan Fauzi  juga menyampaikan rasa terima kasihnya kepada seluruh anggota DPRA periode 2009-2014 atas pengabdian serta jasa-jasanya terhadap bangsa dan negara. “Selamat kepada anggota DPRA periode 2014-2019 yang baru saja dilantik. Semoga dapat menjalankan amanah dan tugas dengan sebaik-baiknya.” pungkasnya. (Syahril A/AKS) 

Sumber : http://www.rri.co.id

Pemkab Aceh Barat Usul Perubahan APBK Rp. 1,05 Triliun

Humas - Pemerintah Kabupaten Aceh Barat, mengajukan rancangan perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK) 2014 kepada Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) setempat yang diserahkan secara simbolis oleh Bupati Aceh Barat H.T Alaidisnyah kepada Wakil Ketua DPRK Herman Abdullah senin 11 Agustus 2014.
Bupati Aceh Barat, dalam sambutannnya mengatakan, perubahan APBK 2014 ini didasari oleh kebijakan umum anggaran dan penetapan plafon anggaran sementara perubahan yang telah dilakukan pembahan bersama sebelumnya. dalam rancangan perubahan APBK ini, terdapat beberapa kebijakan yang dijadikan indikator perubahan anggaran diantaranya penyesuain gaji PNSD, pemberlakuan program jaminan kesehatan nasional (JKN) dan adanya penambahan dan pergeseran anggaran antar unit instansi.
Disamping itu, masih dalam pidato yang dibacakan oleh H.T. Alaidinsyah, yang mengatakan adanya peningkatan dari tahun ke tahun terhadap penetapan APBK Aceh Barat "kami optimis roda pemerintahan di Aceh Barat berjalan efektif dan cukup stabil" ungkapnya.
Tercatat dalam sejarah, untuk pertama kalinya APBK Aceh Barat diajukan dalam nonimal 13 digit atau bernilai trilinan rupiah. dengan rincian besarnya : Pendapatan dari 842 milyar meningkat menjadi 985,4 milyar, Belanja dari 853,7 milyar menjadi 1,05 triliun, dan pembiayan silpa dari 11,6 milyar menjadi 65,8 milyar.  
Pembukaan rapat paripurna ketiga DPRK Aceh Barat yang dihadiri unsur muspida dan para kepala SPKD ini, langsung dilaksanakan pembahasan dengan agenda yang telah ditetapkan, dijadwalkan berlangsung selama sepekan dan diharapkan pembahasan berjalan lancar hingga ditetapkan menjadi Qanun Aceh Barat.(jopi)

Sumber : http://www.acehbaratkab.go.id/