Selasa, 25 Januari 2011

MENUJU RUMAH TANGGA IDAMAN



Pernikahan atau perkawinan dalam rangka membina rumah tangga adalah merupakan salah satu stasiun penting bagi perjalanan manusia, dalam menjalani liku-liku kehidupan, sebagai hamba Allah. Setiap individu manusia senantiasa menghendaki kebahagiaan dan kesejahteraan selama hidupnya, sekarang ataupun pada masa yang akan datang, termasuk kebahagiaan dan ketentraman dalam membina suatu rumah tangga.
Setiap orang mempunyai tujuan dan target sendiri dalam membina rumah tangga tersebut. Sebagai seorang muslim kitapun senantiasa mengharapkan suatu rumah tangga idaman, atau rumah tangga yang dicita-citakan. Yaitu suatu rumah tangga yang Islami, yang akan mengantarkan kita menuju kebahagiaan hakiki di dunia dan akhirat.
Makalah yang sangat sederhana ini adalah merupakan kelanjutan dari makalah terdahulu, berjudul “Rumah Tangga Menurut Tinjauan Islam”, yang pernah penulis kemukakan pada kesempatan yang lain di forum ini, beberapa waktu yang lalu. Karena makalah ini bersifat lanjutan atau melengkapi beberapa hal yang belum dibicarakan, tentu akan dijumpai kejanggalan-kejanggalan dalam urutan pembahasannya dan kekurangan-kekurangan lain yang dapat kita perbaiki bersama dalam diskusi yang kita lakukan sekarang ini.
Landasan di-Syariatkannya Pernikahan
Perkawinan atau pernikahan, pada dasarnya adalah merupakan sunnatullah yang berlaku terhadap makhluk-Nya, berupa manusia, hewan atau makhluk-makluk lain yang beraneka ragam. Allah berfirman :
Artinya : “Dan segala sesuatu kami jadikan berpasang-pasangan, agar kamu menyadarinya”. (Q.S. ad-Dzariyat, 49).

Artinya : “Maha Suci Allah yang telah menciptakan berbagai pasangan, dari apa yang ditumbuhkan bumi, dari mereka sendiri dan dari apa yang mereka tidak ketahui”. (Q.S. Yasin, 36).

Artinya : Wahai sekalian manusia! Kami telah menciptkanmu dari seorang pria dan seorang wanita”. (Q.S. al-Hujarat, 13).
Islam Memerintahkan Pernikahan
Islam mengarahkan umatnya agar melaksanakan pernikahan dan membentuk keluarga yang bahagia. Pernikahan adalah merupakan satu-satunya jalan untuk menyalurkan dorongan seksual yang menimbulkan kesenangan, kenikmatan dan kebahagiaan. Islam membenci orang yang tidak menikah, karena akan menimbulkan kesukaran, keputusasaan dan kehidupan yang diliputi keresahan. Islam melarang keras mencari kepuasan sex di luar pernikahan, karena sangat banyak bahayanya dan pula tidak diridhai Tuhan. Tentang perintah nikah dijelaskan dalam beberapa firman Allah dan Sunnah Rasul, diantaranya :

Artinya : “Dan sungguh Kami telah mengutus Rasul-Rasul sebelummu, dan Kami jadikan istri-istri dan keluarga”. (Q.S. ar-Ra’du 38).

Artinya : “Maka nikahilah wanita-wanita yang kamu cintai”. (Q.S. an-Nisa 3).

Artinya : “Allah telah menjadikan bagimu dari dirimu sendiri, istri-istri dan dari istri-istri itu  dilahirkan anak-anak dan cucu-cucu, serta diberi-Nya pula rizki berupa makanan yang baik”. (Q.S. an-Nahl 72).

Sabda Nabi :

Artinya : “wahai anak muda, siapa diantaramu yang telah mempu untuk menikah, maka nikahlah karena pernikahan itu memelihara pandangan mata dan memelihara sex”. (H.R. Jama’ah).
 
Artinya : “Ada empat macam diantara sunnah para Rasul, yaitu : berinai, memakai wangi-wangian, menggosok gigi dan nikah”. (H.R. Tirmidzi).
Artinya : “ada tiga golongan manusia yang ditolong oleh Allah SWT. Yaitu : para mujahid yang berjuang di jalan Allah hamba mukatab yang dibebaskan dari tuannya untuk membayar tebusan dan orang yang nikah dengan maksud menjaga diri dari ma’shiat”. (H.R. Turmudzi).

Tujuan Pernikahan
  1.  Untuk menyalurkan sunatullah
  2.  Menjalin cinta kasih dan ketenangan (mawaddah, rahmah dan sakinah).
Firman Allah :

Artinya : “Dan sebagian dari tanda-tanda kebesaran-Nya, ia menciptakan pasangan-pasangan untukmu, dari dirimu agar kamu cenderung kepadanya dan menjadikan diantaramu rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi mereka yang berfikir”. (Q.S. ar-Ruum, 21).
  1.  Mencari keridhaan Allah
Artinya : “Katakanlah; sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku semuanya karena Allah Tuhan semesta alam”. (Q.S. al-An’am, 162).
  1.  Memelihara diri dari dosa
  2.  Mengikuti sunnah Rasul
Artinya : “Demi Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut diantaramu dan paling bertaqwa kepada Allah SWT akan tetapi aku berpuasa dan berbuka, aku shalat malam dan aku tidur dan aku menikahi wanita. Maka barang siapa yang membenci sunnahku, ia tidak termasuk golonganku”. (H.R. Bukhari & Muslim).
  1.  Melanjutkan keturunan
Artinya : “Wahai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan dari jenis yang satu dan menciptakannya jodoh, serta membangkitkan dari keduanya pria yang banyak dan wanita-wanita”. (Q.S. an-Nisa, 1).
  1.  Memperoleh rizki. (baca kembali surat an-Nahl tersebut di atas.
Memilih Calon Istri / Suami
Dalam memilih calon isteri dan suami hendaknya kita memperhatikan beberapa ketentuan al-Qur’an dan Sunnah Rasul tentang calon isteri yang baik atau yang ideal. Sedang calon suami tidak begitu banyak perbedaannya.
Dalam salah satu hadits Rasul yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim disebutkan sebagai berikut : Wanita dinikahi karena empat perkara yaitu :
1.    Segi hartanya
2.    Segi kecantikannya
3.    Segi nasabnya
4.    Segi agamanya

Dari keempat kriteria tersebut, agamalah yang harus diutamakan. Wanita ideal yang baik  untuk dijadikan isteri adalah berkriteria sebagai berikut :
  1.  Wanita shalihah, patuh, berbudi, luhur dan dapat menjaga kehormatan.
  2.  Selalu menggiurkan suami, menjaga diri dan harta suami Firman Allah:
Artinya : “Wanita-wanita yang shalihah ialah mereka yang patuh dan memelihara kehormatannya sesuai dengan cara pemeliharaan yang diperintahkan oleh Allah (Q.S. an-Nisa, 34).
Sabda Nabi :

Artinya : “Istri yang apabila dipandang suaminya selalu menarik hatinya, jika diperintah ia mentaatinya, dan apabila ditinggalkan bepergian oleh suaminya, selalu memelihara kehormatan dirinya dan harta suaminya.

  1.  Wanita yang menyayangi anak-anaknya. Sabda Nabi :
Artinya : “Sebaik-baik wanita dari penunggang unta adalah wanita Quraisy yang baik, karena ia paling sayang kepada anak-anaknya yang masih kecil...” (Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah).
  1.  Mempunyai asal-usul dan watak yang baik. Sabda Nabi :
Artinya : “Manusia bagaikan barang tambang, emas atau perak. Sebaik-baik mereka dimasa jahiliyah dan sebaik-baik mereka di masa Islam”. (Fiqh Sunnah III, hal 28).
  1.  Wanita yang tidak mandul. Sabda Nabi SAW :
Artinya : “Kawinilah olehmu wanita-wanita yang penyayang dan berketurunan, karena saya akan membanggakan terhadap banyaknya umatku kepada umat yang lain di hari kiamat”. (Fiqh Sunnah III, hal 29).
  1.  Memiliki keindahan rohani dan jasmani. Sabda Nabi :
Artinya : “Sesungguhnya Allah itu Maha Indah dan menyukai keindahan”. (Fiqh Sunnah III, hal 30).

Persiapan Menuju Pernikahan
  1.  Mengetahu dan memahami calon isteri / suami dan latar belakang kehidupan keluarganya.
Isteri atau suami adalah merupakan pendamping dalam segala kehidupan dan sebagai teman dalam bergaul selama-lamanya. Karena itu kita sebaiknya mengetahui dan memahami yang sebaik-baiknya keadaan dari calon isteri atau calon suami kita. Nabi bersabda :

Artinya : Nabi SAW bertanya kepada seorang laki-laki yang akan melangsungkan pernikahan: “Sudahkan engkau melihat dan menyelidiki calon isterimu?” ia menjawab : “Belum” Rasul bersabda : “Pergilah lihat dan selidikilah dia”. (H.R. Muslim).
  1.  Bermusyawarah
Sebagai seorang muslim kita diperintahkan bermusyawarah dalam segala urusan termasuk juga dalam masalah pernikahan. Rasul bersabda :

Artinya : “Seorang janda tidak boleh dinikahi kecuali sudah diajak bermusyawarah. Dan seorang gedispun tidak boleh dikawinkan melainkan dengan izinnya”. Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah bagaimana bentuk izinnya?” Nabi menjawab : “Diam adalah izinnya”. (H.R. Bukhari & Muslim).
  1.  Melakukan shalat istikharah
  2.  Meminang. Firman Allah
Artinya : “Dam tiada salah bagimu meminang perempuan-perempuan dengan sindiran atau kamu rahasiakan di dalam hatimu”. (Q.S. al-Baqarah, 235).

Artinya : “Jika diantaramu meminang seorang perempuan, kalau bisa melihatnya lebih dahulu apa yang menjadi daya tarik untuk dinikahinya, maka hendaklah ia lakukan”. (H.R. Ahmad dan Abi Daud).
  
Melihat dan Menyelidiki Calon Isteri

Sebelum melangsungkan pernikahan kita diperintahkan agar melihat dan menyelidiki calon isteri dan suami. Dengan mengadakan penyelidikan dan pendekatan-pendekatan yang diperbolehkan oleh syara, maka diharapkan akan dapat membina suatu keluarga yang dipenuhi dengan rasa cinta, kasih dan sayang dalam ketenangan lahiriyah dan bathiniyah. A’masyi berkata : “Setiap pernikahan yang terjadi tanpa penyelidikan akhirnya tidak lain dari kekecewaan dan kedukaan”. (Fiqh Sunnah III, hal 24).
Anjuran untuk mengadakan penyelidikan tersebut di atas adalah berdasarkan : (1) Hadits riwayat Abi Daud dan Ahmad tersebut di atas, (2) hadits yang diterima dari  Mughirah bin Syu’bah bahwa ia meminang seorang wanita. Rasul bertanya kepadanya : “Apakah kamu telah melihatnya?”, ia menjawab : “Belum”. Maka Nabi bersabda : “Pergilah lihat dia, karena dengan demikian lebih besar harapan akan pergaulan kalian nanti bisa lebih kekal dan kalian akan hiduo  dengan rukun dan damai”. (H.R. Nasai, Ibn Majah dan Tirmudzi). (3) Beberapa hadits lain yang telah disebutkan di atas.

Anggota Badan yang Dapat Dilihat

Jumhur ulama berpendapat bahwa calon isteri hanya dapat dilihat calon suami pada wajahnya dan kedua telapak tangannya. Dengan melihat wajah seorang, akan diketahui kecantikan atau kejelekannya, demikian pula dari kedua telapak tangannya. Adapun hadits-hadits yang diterima tidaklah menentukan tempat-tempat yang dilihat, tetapi membolehkan untuk melihat sesuatu yang dapat menghasilkan tujuan dalam melangsungkan pernikahan. Menurut sebagian ulama lain diperbolehkan melihat betis dari calon isteri tersebut. (Fiqh Sunnah III, hal 24).
Anjuran ini juga berlaku bagi kaum wanita untuk melihat calon suaminya meskipun batasan melihatnya tidak diterangkan secara pasti. Karena seorang wanita tertarik kepada seorang pria sebagaimana pula seorang pria tertarik kepada seorang wanita. Umar ra berkata : “Janganlah kamu kawinkan putri-putri kamu dengan laki-laki yang jelek, karena mereka juga akan tertarik kepada laki-laki disebabkan sesuatu yang menyebabkan laki-laki tertarik kepada wanita”. (Fiqh Sunnah III, hal 25).
Dengan menyadari kekurangan-kekurangan dan kekeliruan, penulis akhiri makalah yang sederhana ini, dengan harapan semoga bermanfaat. Mengenai pelaksanaan nikah, syarat dan rukun, mahar atau mas kawin dan kewajiban-kewajiban antara suami dan isteri tidak penulis bahas dalam makalah ini, karena sebagian telah dibahas dalam makalah yang lalu dan hal-hal lain dapat dipelajari dalam kitab-kitab Fiqh. Penulis senantiasa menerima kritik dan saran yang baik. Kepada-Nya jualah kami kembalikan segala urusan dan usaha kami. Semoga bermanfaat. Amiin.

0 komentar:

Posting Komentar